Selasa, 10 Januari 2012

Sepatu

Sepatu seringkali menjadi kebanggaan bagi seseorang untuk melengkapi penampilan diri atau sekedar pamer keberhasilan. Bagiku sepatu tidak hanya sebagai pelengakap penampilanku, tetapi itu menjadi pengenal jati diriku dan saksi bisu atas beberapa peristiwa hidup yang selama ini aku alami atau jalani.  Menjadi jati diri karena model sepatu, cara merawat sepatu dan cara menggunakan sepatu menunjukkan bagaimana kita sejatinya sebagai seseorang, bagaimana seseorang memperlakukan barang yang setiap saat dan setiap waktu diinjaknya.
ketika aku dalam kondisi yang pas-pasan, maka saksi bisu untuk semua kiprah hidupku adalah sepatu dengan jenis bahan murahan, kualitas rendahan, tetapi modelnya yang sedang trend di pasaran. Ketika aku sedang bergelimang rezeki lebih dan berada di dalam komunitas baru tertentu, model sepatuku berubah, harga sepatuku juga yang mahal, bahkan kualitas juga yang oke punya.
Sepatu selalu menemani aku berjalan meniti karier, pendidikan atau hanya bersenang-senang. Sepatu saksi utama ketika aku berbuat salah, ketika aku berprestasi, ketika aku sedih atau ketika aku bergembira. Sepatu ternyata tidak hanya sebagai alas kaki yang selalu kuinjak-injak, tetapi lebih dari itu.

Lalu, bagaimana sepatu menilaiku??? 

Senin, 19 Desember 2011

Antara Keadilan dan Kepastian Hukum

Tanggal 20 Mei 2011 menjadi hari yang penting bagiku. Di sore hari itu kudapati pengalaman penting dan berharga yang menyadarkanku bahwa ada ketidakadilan yang dialami oleh seorang anak ketika kepastian hukum menghampiri kasus yang sedang dihadapinya.

Seorang anak yang kudampingi pada saat itu tengah berjuang untuk melepaskan diri dari kekerasan yang didapatnya dari orang tuanya. Tanpa ragu si anak melaporkan orang tuanya karena telah melakukan tindak pidana kekerasan dan eksploitasi terhadapnya. Perjuangan ini mungkin menjadi puncak perjuangan darinya setelah beberapa tahun terakhir melawan tanpa hasil. Tetapi sayang pada hari itu diterbitkanlah SP3 atas laporan kasusnya dan terpaksalah si anak kembali kepada orang tuanya.
Masih melekat di memoriku bagaimana meronta dan menangisnya si anak ketika harus kembali kepada orang tuanya. Si anak tidak berkehendak kembali karena itu tidak adil baginya. Dia ingin lepas dari ketertindasan dan eksploitasi dari orang tuanya. Tetapi dengan terbitnya surat itu....keadilan makin menjauh darinya.

Kupikir peristiwa ini bukti nyata bahwa tidak selamanya kepastian hukum itu adil. Kepastian hukum dalam kasus ini yang diwakili oleh terbitnya SP3 malah menjauhkan si anak untuk mendapatkan keadilan. Semoga kisah ini tidak dialami lagi oleh anak-anak Indonesia yang lain!!!

Membaca Madre

Madre kutemukan tak sengaja ketika aku jenuh dan kehilangan semangat atas rutinitas hidup antara Bojong Gede-Cikini. Kupikir sastra akan memberiku seteguk air untuk memuaskan dahaga dan memulihkan semnagat baru. Cara penuturan yang menarik dari Madre ternyata memang mampu memulihkanku....

Dee menyuguhkan Madre dengan alur yang bergerak mengalir maju tetapi dituturkan dengan indah. Madre sendiri menimbulkan berbagai asumsi dan pertanyaan apa dan siapa Madre, yang ternyata sebuah adonan biang dari kue dari perusahaan roti tua yang diwariskan kepada pewaris yang bahkan tidak tahu bahwa dia seorang pewaris. Menariknya ternyata Madre tidak hanya mempertemukannya kepada sejarah keluarganya, tetapi juga cinta.
Ide cerita Madre sederhana, tetapi menarik untuk dibaca.  Selamat membaca!!!

Kebutuhan

Mendefinisikan kebutuhan tidak semudah yang kubayangkan. Kadangkala sesuatu kumaknai sebagai kebutuhan, tetapi ternyata itu hanya sekedar kemauanku atau nafsu yang sulit kubendung. Dalam fase berikutnya ada kesulitan lagi untuk menguraikan kebutuhan itu menjadi yang prioritas dan bukan. Dalam kehidupan ini selalu menjadi PR agar tidak terjebak oleh nafsu.

Ada hal penting lain yang patut aku camkan dengan memaknai semua perjalanan hidup, bahwa Tuhan selalu memberikan yang kita butuhkan bukan yang kita maui.


Fist posting